Banjar - Pro dan kontra terkait Pemerintah memutuskan tetap memasukkan pasal penghinaan presiden dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP),
dimana Pemerintah menambahkan penjelasan soal kritik guna membedakan antara penghinaan dan kritik, masih terus terdengar.

Salah satu elemen masyarakat yang menyatakan keberatan ( kontra) dengan RKUHP yang saat ini masih diperbincangkan adalah dari pihak Mahasiswa.

Begitupun dengan pernyataan sikap dari BEM STISIP Bina Putera Kota Banjar.
Melalui Presma STISIP Bina Putera Kota Banjar, Tya Mulyana menyampaikan seandainya
pasal tersebut disahkan bisa membatasi kebebasan berpendapat dan membelenggu Demokrasi.

" Artinya kami tidak setuju. Karena kami sebagai Mahasiswa, mengkritik itu bukan ke personal, namun ke kebijakan atau jabatannya. Dalam mengkritik pun kami masih mempunyai etika, " ucapnya

Beberapa waktu ke belakang menurut Tya, pihaknya pernah mengadakan kajian-kajian terkait RUKHUP tersebut.

" Kami mencoba mengembangkan kajian-kajian tersebut supaya rancangan tersebut bisa ditunda bahkan tidak disahkan, " imbuhnya.

Sementara untuk demo yang akan dilakukan oleh BEM seluruh Indonesia tanggal 10 Agustus mendatang, BEM STISIP BP menyatakan tidak akan mengikutinya karena adanya kegiatan KKN dan SLKL.

" Namun untuk rencana demo atau aksi nanti kami masih ada komunikasi dengan rekan BEM lainnya. Bukannya kami tidak mau ikut mendorong atau membantu.
Kami juga tidak diam begitu saja, kami ikut membantu misalnya dari segi media sosial.
Supaya tetap satu suara, agar aksi demo substansi nya ada, tidak di luar narasi, " pungkasnya. (Zal)